Minggu, 27 April 2008

"PLAGIAT PHYSIOGNOMI"

Penjiplakan, menjiplak karangan orang lain dan mengakuinya sebagai karangan sendiri, lalu menyiarkannya kepada umum untuk mendapatkan keuntungan. Terkadang kebanyakan pengarang menyalah artikan, bahkan menyalahgunakan dasar pemikiran teori seni "Mimesis-Memeseos". Sebagai alat iman yang digunakan oleh sebagian pengarang untuk menjiplak, Atau dalam bahasa lainnya "Mengutip dan Terkutip".

Menurut Plato, karya seni adalah tiruan dari kenyataan yang ada di dunia (kecuali musik), jadi jauh dari kebenaran sejati. Penerapan teori ini, dari waktu ke waktu semakin berkembang bagi para penganutnya. Bukan hanya sekedar "Naturalisme" saja, sebagai tolak ukurnya. Namun penerapannya, sudah semakin berkembang lebih ke tingkat yang "Idea Plato" pernah ada.

Bahkan sampai penerapannya ke tahap teori "Physiognomi". Dimana teori yang menyatakan bahwa pribadi seseorang ditentukan oleh bentuk serta raut muka, rambut, dan bentuk kepala. Dimana, sekarang ini banyak terjadi sebuah "Plagiat Physiognomi" yang secara tidak sadar kita namakan dengan sebuah "Trend".

Inikah yang disebut oleh Plotinos dengan Homogenitas dalam seni. Ataukah lebih untuk ke arah Heterogenitas seni, itu sendiri ?

"PENGALAMAN RELIGIUS / MISTIK PLOTINOS TENTANG SENI"

Mendekatkan pengalaman estetis dengan pengalaman religius, bahkan puncak perkembangan estetis itu sendiri adalah pengalaman religius yang disebut sebagai "Pengalaman Mistik" sesuai dengan dasar pemikiran filsafat emanasi Plotinos, titik akhir bukanlah karunia khusus (rahmat), namun hanya merupakan penyelesaian dari yang awal itu. Meskipun demikian, tak banyak orang yang mengalami titik akhir tersebut, karena terhambat oleh materi (Hyle) dan kurang pengendalian diri dalam askese.

Dalam menghadapi kenyataan dan dalam perjalanan kembali ke sumbernya, manusia mengalami sesuatu yang disebut "indah". Setelah mengalami keindahan, manusia mulai merefleksikan pengalaman tersebut. Orang mulai bertanya, "Apa yang sebenarnya ada dalam pengalaman tersebut". Sehingga orang begitu tertarik kepada pengalaman tersebut ? Menurut Plotinos, yang membuat sesuatu itu indah, bukanlah warna, nada, atau bentuk, yang "Murni" atau "Homogen".

Sebaliknya, pengalaman akan keindahan justru terbentuk jika ada persatuan antara pelbagai bagian yang berbeda satu sama lainnya. Persatuan semacam itu hanya dapat terjadi, jika ada Heterogenitas dan bukan Homogenitas. Misalnya, sebuah lukisan atau desain, kita anggap indah karena kesatuan komposisi bentuknya. Semakin sebuah karya seni mendekati Yang Esa, akan semakin indahlah karya itu.

Minggu, 20 April 2008

"MANNEQUIN MARIONETTE"

"Mannequin atau Peragawati, sering dipajang dan dipertontonkan. Ataukah sebuah simbolik dari "Marionette", boneka orang yang melulu melakukan apa yang disuruh lakukan oleh orang lain, jadi hanya sebagai alat saja dan tidak punya kemauan sendiri, orang yang dapat diperalat oleh orang lain dengan sesuka hati.

Ataukah hanya berada disebuah Pengaliran (Emanasi) dengan gerak menurun. Artinya, segala yang ada mengalir terus menerus dari kelimpahan "Yang Esa", namun itu sama sekali tidak mengurangi kesempurnaannya. Dianalogikan dengan sumber air yang meluap dan mengalirkan air sungai terus menerus tanpa ia sendiri bisa kekeringan. Atau : Ibarat matahari yang terus memancarkan cahaya, tanpa kehilangan hakikatnya sedikitpun.

Mungkinkah aku dan kamu adalah "Mannequin Marionette" ?

"KATHARSIS PLOTINOS / PROSES PEMURNIAN DIRI"

Proses kembali atau Pemurnian Diri / Katharsis. Ada tiga tahapan yang bisa dilakukan untuk dapat kembali kepada "Yang Esa" (Remanasi), dan hanya dapat dilakukan oleh manusia. Dengan adanya Cinta (Eros), yang mendapatkan daya dorong menuju ke "Yang Esa".

Dimana Pemurnian Diri ini, bersumber pada teori "Trinitas" Plotinos. trinitas ini terdiri dari : "Yang Esa" (To Hen, The One), "Akal Budi" (Nous), dan "Jiwa" (Psyche). Pada dasarnya, seluruh sistem ini berpusat pada "Yang Esa", yang disebut sebagai "Yang Baik". Yang Baik dalam pandangan Plotinos adalah kenyataan atau realitas negatif, artinya "Yang Esa" itu tidak dapat dibicarakan, tidak dapat dipikirkan, dan tidak bisa diidentifikasikan, karena ia bukan sesuatu atau bukan roh. "Yang Esa" adalah "Yang Esa".

Proses kembali atau pemurnian diri ini pun, bisa dilakukan dalam tiga tahapan, yakni :

1. Pemurnian Diri (Purification) : Lewat kesenian, orang dibawa naik dari keindahan inderawi ke pengertian mendalam mengenai keindahan dan kebenaran yang mantap dan sejati.

2. Kontemplasi (Contemplation) : Dengan berfilsafat, orang akan mencapai pencerahan akal budi : Ia akan dapat mengenali dunia ide-ide. Dan akhirnya :

3. Penyatuan atau Peleburan (Extase) : Orang akan mencapai Penyatuan dengan "Yang Esa", yang melampaui segala pengetahuan. Tahap akhir ini, dicapai lewat "Kontemplasi" dan Askese" atau Laku Tapa (Misalnya : Menjalankan Pantangan, Puasa, Selibat) agar dapat melepaskan diri dari kekuatan pengaruh dunia materi. Menurut pengakuan Porfirius, murid Plotinos, bahwa ia pernah empat kali menyaksikan gurunya mengalami kondisi Ekstase tersebut.

Minggu, 13 April 2008

"DUALISME V.S DOUBLE ASPECTTHEORY"

Sebuah perbandingan mungkin, penyatuan keterhubungan mungkin ? Ataukah sebuah cara pandang, atau sebuah tindakan dari apa yang dipandang. Mencoba memahami melalui sebuah refleksi terapan.

Sebuah pilihan, yang memang harus dipilih untuk mendapatkan sebuah tujuan utama dari sebuah pilihan. "Dualisme", suatu ajaran yang mengatakan adanya hubungan antara jiwa dan raga, keduanya ada hubungan timbal balik saling mempengaruhi. Dimana, sebuah pilihan pada hakekatnya adalah satu pilihan. Bukan sebuah pilihan, apabila tidak ada hakekat dari sebuah pilihan itu.

Satu adalah satu pilihan, dan satu pilihan adalah satu. Kedua kata kunci tersebut, adalah satu dan satu pilihan. Satu pilihan dan satu, sebuah kata kunci. "Double Aspecttheory", teori yang mengatakan bahwa jiwa dan raga saling berhubungan erat. Teori ini di kemukakan oleh B. Spinoza.

Dimanakah Pilihan dan Tujuan, yang Satu Itu ?

"TEORETIS DAN PRAKTIS"

Pembagian filsafat menjadi filsafat teoretis dan praktis, didasarkan pada ajaran Aristoteles tentang metode berpikir. Kata "Teoretis" berasal dari kata Yunani Theoria, yang berarti "Memandang", "Berkontemplasi". Theoria atau filsafat adalah ilmu yang memandang, mencoba memahami, dan merefleksikan asal-usul, keteraturan dan hukum, serta perkembangan dari segala sesuatu yang ada. Sedangkan filsafat praktis, menyelidiki tindakan manusia. Jadi, filsafat praktis ini sebenarnya sama dengan etika dan filsafat politik. Filsafat politik memusatkan perhatiannya pada tatanan komunitas negara, sedangkan etika lebih mempertanyakan bagaimana kehidupan individual harus diwujudkan. Kedua ilmu ini tidak dapat dipisahkan dengan tajam. Karena, keduanya tidak mencari pengertian Teoretis, melainkan mau menjawab pertanyaan : Bagaimana manusia harus bertindak agar dapat mencapai tujuannya?

Minggu, 06 April 2008

"SATYAGRAHA"

Sebuah perjuangan untuk kebenaran. Apa yang pernah kita lakukan untuk diri kita, bahkan untuk diluar diri kita. Terkadang, apa yang ada di luar kita, selalu berlawanan dengan apa yang ada di dalam diri kita. Begitu pun sebaliknya, inikah sebuah perjuangan ? Adanya sebuah perjuangan, karena muncul dari sebuah perlawanan. Apakah yang menjadi kunci dari sebuah perjuangan ? Ataukah, hanya sekedar perasaan yang lebih dominan ? Sebuah pernyataan jiwa yang dihayati secara suka maupun tidak suka.

Max Scheler, membagi perasaan dalam 4 golongan :
1. Perasaan Penginderaan : rasa panas, dingin, sakit.
2. Perasaan Vital, yang dialami karena berhubungan dengan keadaan tubuh, misalnya : rasa lesu, rasa segar.
3. Perasaan Psikis, yang menyebabkan perubahan psikis, misalnya : rasa senang, rasa sedih.
4. Perasaan Pribadi, yang dialami secara pribadi, misalnya : perasaan diasingkan.

Dimanakah sebuah kebenaran, ataukah hanya sebuah perasaan ? Sebuah perasaan yang berjuang sendiri untuk mengungkap tabir kebenaran, kebenaran sebagai perjuangan di dalam diri kita dan di luar kita. Sudah mampukah, kita untuk berjuang untuk kebenaran ?

Kebenaran yang kita perjuangkan untuk diri kita dan di luar diri kita ?

Perjuangan untuk kebenaran diri kita dan di luar diri kita ?

"ARISTOTELEISME"

Meskipun Aristoteles, pernah menjadi murid Plato di Akademia selama 20 tahun. Aristoteles, menolak ajaran Plato tentang Idea. Aristoteles, tidak mengakui adanya Idea-idea abadi. Apa yang dipahami Plato sebagai Idea, sebenarnya adalah bentuk abstrak yang tertanam dalam realitas indrawi sendiri. Nah, dari realitas indrawi konkret akal budi manusia mengabstraksikan paham-paham abstrak yang bersifat umum. Akal budi mengabstraksikan pengertian "manusia" atau "dunia" dari manusia atau dunia konkret yang kita lihat, dan masing-masing berbeda satu sama lainnya.

Menurut Aristoteles, ajaran Plato tentang Idea-idea merupakan kesalahan interpretasi terhadap kenyataan bahwa manusia dapat membentuk konsep-konsep universal, tentang hal-hal yang empiris untuk menjelaskan kemampuan ini tidak perlu menerima atau mengerti tentang Idea-idea abadi Plato. Aristoteles menjelaskan bahwa, manusia memiliki kemampuan akal budi untuk membuat abstraksi, yaitu mengangkat atau membentuk bentuk-bentuk universal dari realitas empiris individual. Pendekatan Aristoteles, adalah pendekatan empiris. Ia bertolak dari realitas nyata indrawi karenannya, ia sangat mementingkan penelitian di alam dan mendukung pengembangan ilmu-ilmu khusus.