Minggu, 30 Maret 2008

"SENSE, SENSITIF, SENTIMEN, dan SENTIMENTIL"

Mungkin keberatan, dengan apa yang telah ada di sekitar kita. Terkadang antara keinginan dan perasaan selalu bertolak ukur pada sebuah pertentangan.

"Sense", atau perasaan. Apakah yang menjadi sebuah masalah ? Terkadang perasaan yang lebih dominan, jika dibandingkan dengan akal sehat yang kita miliki. Apakah yang menjadi sebuah masalah ? "Sensitifkah" atau terlalu peka, rapuh hati, dan sangat perasa. Mungkin, secara tidak sadar kita telah menjadi seorang yang "Sentimen". Atau adanya sebuah reaksi emosional yang sifatnya tetap, terhadap suatu obyek kebendaan atau manusia.

Jangan-jangan, kita malahan sudah memasuki sebuah tingkatan yang lebih tinggi lagi. "Sentimentil", mungkin disinilah kita berada. Sebuah rasa, perasaan penuh haru, rawan, lembut hati, dan terlalu berlebih-lebihan.

Sudah tepatkah, pilihan dan dimana kita berada sekarang ?

"MIMESIS - MEMESEOS"

Pandangan Plato tentang karya seni dikenal sebagai teori "Mimesis" (tiruan). Teori ini mengemukakan bahwa segala yang ada di dunia ini merupakan tiruan (Mimesis) dari yang asli di dunia Idea. Selain itu, menurut Plato, karya seni adalah tiruan dari kenyataan yang ada di dunia ini (kecuali musik), jadi jauh dari kebenaran sejati. Itulah sebabnya kanapa ia menyebut karya seni sebagai "Tiruan Dari" (Mimesis - Memeseos). Karena karya seni menirukan sesuatu di dunia ini, yang sebenarnya sudah merupakan tiruan dari dunia Idea. Jadi, karya seni adalah "Tiruan dari tiruan", artinya tiruan dua tingkat (2 Levels Imitation). Itulah sebabnya, kenapa menurut Plato, seni tidak baik untuk dijadikan sebagai sumber pengetahuan. Bagi Plato, hanya filsafatlah yang pantas menjadi sumber Pengetahuan, Kebijakan, dan Moral.

Keberatan Plato terhadap seni, juga karena seni memberi pengaruh buruk bagi penonton dan masyarakat. Kenapa ? Karena, hakikat seni bersifat emosional. Misalnya, Plato menentang karya Sastra dan Drama. karena dalam drama, banyak terdapat adegan-adegan yang kurang baik dipertontonkan dan akan menjauhkan warga negara, dari tugasnya membangun negara. Baginya, puisi itu prosesnya irasional dan kurang kontrol terhadap akal sehingga akan memberi pengaruh bagi penonton.

Minggu, 23 Maret 2008

"PARADIGMA ABSTRAKSI"

Terkadang memang banyak, jika mengetahui mengenai sebuah hal tentang Abstrak. Niskala, Gaib, Tidak Jelas, Sesuatu yang tidak dapat ditangkap oleh Panca Indra. Di sekeliling kita, apakah itu sebuah Realitas ? Apakah itu, sebuah Abstraksi ? Berpikir secara abstrak tanpa bantuan, hal-hal yang nyata dengan mengambil instruksi satu problema. Nyata, atau Realitas ?

Apakah itu, sebuah Keindahan ? Segala hal, yang dianggap sebagai suatu Keindahan. Dari mana datangnya Keindahan itu ? Keindahan, biasanya hanya dapat dirasakan oleh Panca Inderawi. Apa yang dapat kita lihat, itulah Keindahan ? Dimanakah letak sebuah Keindahan ?

Atau, jangan-jangan kita hanya berpikir bahwa itu adalah sebuah realita dari sebuah keindahan ? Ataukah keindahan dari sebuah Realitas ? Inilah , "Abstraksi", sebuah instruksi suatu problema nyata, atau realitas yang tanpa sesuatu dan tidak dapat ditangkap oleh Panca Indera. Dimanakah Letak, dasar instruksi dalam tafsiran Keindahan ? Sebagai acuan dari sebuah Paradigma. Atau suatu gugusan sistim pemikiran, yang menjadi contoh atau teladan dari sebuah pemikiran, tentang Keindahan.

"KEINDAHAN" dan "IDEA PLATO"

Untuk memahami pikiran Plato tentang keindahan atau yang indah, kita haruslah memahami dulu pandangan Plato tentang realitas. Realitas bukanlah realitas inderawi. Karena, realitas inderawi hanyalah merupakan cerminan realitas yang sebenarnya, yang disebut Plato sebagai Idea. Idea itu bersifat rohani, kekal, dan tidak berubah. Misalnya, Idea tentang "segitiga", idea tentang "Kuda", dan idea tentang "manusia".

Dari ajaran tentang Idea ini, Plato merumuskan teorinya yang terkenal dengan Teori Dua Dunia. Dua dunia tersebut adalah "Dunia Idea" (dunia atas) dan "dunia sehari-hari" (dunia bawah). Menurut Plato, Dunia Bawah, merupakan tiruan dari Dunia Atas. Dunia Atas, digambarkan sebagai Dunia Idea, yaitu : dunia kebenaran Absolut, Sejati, dunia Roh, Pengetahuan Sejati (Episteme). Sedangkan Dunia Bawah, adalah dunia yang Relatif, Sehari-hari, Fana, Kebenaran Relatif, Tiruan, dan hanya Pendapat (Doxa). Pandangan ini dikemukakan Plato dalam salah satu dialognya yang terkenal, yakni "Philebus". Disini dinyatakan bahwa, yang indah dan sumber segala keindahan adalah yang paling sederhana. Yang dimaksud dengan "Sederhana" adalah bentuk dan ukuran yang tak dapat diberi batasan lebih lanjut, berdasarkan sesuatu yang "Lebih Sederhana Lagi". Yang "Indah", itu dilepaskan oleh Plato dari pengalaman Jasmani. Menurut pandangan ini, keindahan dalam pengertian hidup sehari-hari adalah Keindahan tingkat dua saja. Keindahan sesungguhnya ada di dunia Idea.

Bagaimana hubungan antara Dunia Atas dan Dunia Bawah ? Menurut Plato, antara Dunia Atas dan Dunia Bawah, terdapat hubungan timbal balik. Hubungan tersebut dapat dijelaskan dengan tiga kata kunci :
- Paradigma, artinya Dunia Atas menjadi contoh, Prototipe, Pola, bagi Dunia Bawah.
- Hadir Pada, artinya Dunia Atas itu, selalu hadir pada (Presence) Dunia Bawah.
- Partisipasi, artinya Dunia Bawah, itu mengambil bagian (berpartisipasi) di Dunia Atas.

Minggu, 16 Maret 2008

LEMON FISH FURL : "FINALISME"

Seperti kebanyakan yang telah ada, sesuatu yang telah ada pasti menghasilkan sebuah hal yang baru. Ada awalan dan ada akhiran. Apakah ada sebuah awalan yang tak berujung pada sebuah akhiran ? Begitu pula, seorang Plotinos, yang hidup di tengah pangaruh perkembangan Neo-Platonisme. Dimana adanya pengaruh bertemunya religi-religi dari Persia, Babylonia, Sisa-sisa ritual Mesir Kuno, Komunitas Yahudi, Sekte-sekte Kristen, yang melahirkan sebuah budaya Hellenisme. Walaupun demikian, inspirasi utama dari budaya ini adalah pemikiran Plato.

Hal ini seolah, tergambar di negara Indonesia kita ini. Dimana sebuah proses perkembangan, kunci dasar negara kita yang dirumuskan semenjak Orde Lama, Orde Baru, hingga ke masa Reformasi. Seolah merupakan sebuah bayangan dari masa budaya Hellenisme. Apakah ini sebuah proses ? atau bisa dikatakan sebagai sebuah "Finalisme" atau sesuatu yang menentukan tujuan serta maksud dari gejala itu ? "Finalisme", tanpa sebuah faham.

Seolah tergambar bahwa Orde Lama, merupakan sebuah thesis yang diolah kembali melalui Orde Baru yang menjadi Anti Thesisnya. Dimana keduanya memiliki peranannya masing-masing, tapi masih saling berkaitan. Hingga terdobrak di masa Reformasi ini, yang seolah dimuntahkan kembali, menjadi sebuah sintesa dari Orde Lama dan Orde Baru. Namun, apakah Reformasi adalah sebuah Sintesa ? Sebuah masa, yang di format kembali, di formasi kembali ? ataukah, jangan-jangan malahan ingin menghapusnya ? Tidak ada ujung pangkalnya ? Inikah sebuah "Reformasi", ataukah sebuah Neo - Orde Baru ? Bukankah Sintesa merupakan sebuah pemikiran baru, yang dihasilkan dari pemikiran yang telah ada ? ataukah, apanya yang salah ? ataukah ini hanya bayangan masa lalu kita semua. Yang selalu dibayang-bayangi oleh bayangan masa lalu.

Sabtu, 15 Maret 2008

MUTTON FRY SPECIAL : "PLOTINOS 205-207 M"

Plotinos adalah seorang filsuf pada puncak zaman Yunani Kuno yang merangkum dan membuat semacam Sintesis dari pelbagai aliran filsafat pada masanya, termasuk aliran pemikiran "Filsafat Timur" (Persia dan India). Hal ini terjadi, karena dengan berkembangnya kebudayaan Hellenisme sampai ke Persia dan India, berarti membuka pintu bagi masuknya elemen-elemen non Yunani. Namun, karena inspirasi utama filsafat Plotinos adalah pemikiran Plato, maka filsafatnya disebut "Neo-Platonisme" atau "Platonisme Baru".

Neo-Platonisme, muncul di kota Alexandria, yang pada saat itu menjadi tempat bertemunya budaya Timur dan Barat. Disini terdapat berbagai pengaruh religi-religi dari Persia, Babylonia, sisa-sisa ritual Mesir Kuno, Komunitas Yahudi, Sekte-sekte Kristen, dan semuanya itu menjadi latar belakang budaya Hellenisme pada umumnya. Aliran Neo-Platonisme ini, sebenarnya didirikan oleh Ammonius de Saccas yang lahir dari keluarga Kristen, namun ia menghidupkan kembali filsafat Plato dan menjadi seorang Neo-Platonis. Muridnya yang paling terkenal adalah Plotinos (204-270 M), filsuf Neo-Platonisme terbesar dalam sejarah. Ia dilahirkan di Mesir, dan belajar di Alexandria dan menetap di sini sampai tahun 243 M.

Karena tertarik pada agama-agama dan mistik Timur, ia mengikuti Kaisar Gordian III dalam sebuah kampanye melawan Persia. Namun, proyek ini gagal. Kaisar Muda, tersebut tidak berpengalaman dan malah mati ditangan bawahannya. Lalu pada tahun 224 M, Plotinos melarikan diri dari mesopotamia yang menjadi tempat pembunuhan, dan menetap di Roma. Ia hidup dan mengajar di sini sampai akhir hayatnya. Karya-karyanya yang terbit adalah hasil editan muridnya, Porfirius. Inti pokok ajaran Plotinos, dapat ditemukan dalam karya "Enneads", sebuah buku berisi kumpulan karangan Plotinos yang diedit dan diterbitkan oleh muridnya, Porfirius (232-301 M).

Minggu, 09 Maret 2008

DISH SALAD : "ADJUSMENT"

Melihat perjalanan dari seorang Aristoteles, sebuah perjalanan yang cukup menarik. Mungkin bagi kebanyakan orang, hal tersebut bisa dikatakan sebagai suatu hal yang biasa saja. Dimana sebuah pembelajaran, memang sudah seharusnya seperti itu. Mengingat ada pepatah yang mengatakan bahwa "Tuntutlah ilmu, sampai ke negeri Cina".

Dimana ada ilmu, disitulah tempat para pembelajar dan pengajar saling menempa pengetahuan yang dimilikinya. Namun terkadang selalu muncul pertanyaan, untuk apa menuntut ilmu ? Jika tidak seperti yang kita inginkan dan mendapatkan apa yang kita ingin wujudkan. Seperti halnya dengan Aristoteles, yang kecewa dengan pendidikannya selama di Akademia. Namun walaupun kecewa, Aristoteles dapat bertahan selama 18 tahun masa belajarnya di Akademia. Untuk ukuran belajar, 18 tahun mungkin sangatlah menyita waktu. Bukanlah waktu yang singkat untuk menuntut ilmu. Untuk ukuran Aristoteles, belajar dalam 18 tahun masih merasa kecewa. Apakah ini yang disebut dengan Adjusment ?

Mungkin pepatah "Tuntutlah ilmu sampai ke negeri Cina", mungkin jawaban dari rasa kecewanya Aristoteles. Dimana berpindah-pindah tempat untuk menuntut ilmu. Atau mungkin, Aristoteles merasa sudah cukup bekal untuk melanjutkan ilmunya untuk diterapkan dalam kehidupannya. Di dukung lagi, Aristoteles diangkat menjadi seorang penasehat raja. Dan sampai menghasilkan beberapa tulisan awalnya.

Bahkan dari beberapa tulisannya, mengantarkan Aristoteles menjadi seorang guru pribadi dari seorang pangeran yang pada akhirnya mengantarkannya menjadi seorang guru yang mendirikan sekolah sendiri. Hingga pada akhir hayatnya, yang hidup dalam sebuah pelarian.

Inikah yang disebut dengan proses pembelajaran ? Apakah ini hanya sebuah "Adjusment", sebuah penyesuaian diri, dimana suatu proses penyesuaian diri yang dilakukan manusia terhadap lingkungan sosial dan budaya di sekitarnya ?

Sabtu, 08 Maret 2008

BEEF STEAK : "ARISTOTELES (384 - 322 SM)"

Aristoteles lahir pada 384 SM di Stagyra, pantai timur laut Thrakia, Yunani Utara. Ayahnya adalah seorang fisikawan yang bekerja pada Amyntas II, raja Makedonia. Pada umur 18 tahun, ia dikirim ke Athena untuk belajar di Akademia Plato. Ia belajar di sekolah ini selama 18 tahun, sampai kematian Plato pada tahun 374 SM.

Karena kecewa terhadap pendidikan di Akademia, Aristoteles meninggalkan Athena dan menghabiskan beberapa tahun berikutnya di Assos, sebuah kota kecil dimana temannya, Hermias menjadi raja disana. Ia diangkat menjadi penasihat Hermias dan akhirnya menikahi Pythias, keponakan sekaligus anak angkatnya. Pada masa ini, Aristoteles bekerja sama dengan murid-murid senior di Akademia dan menghasilkan beberapa tulisan awalnya. Namun, setelah Hermias ditangkap dan dihukum oleh Persia pada 345 SM, ia pergi ke Pella, ibukota Makedonia.

Pada 342 SM, ia diundang oleh Raja Philip dari Makedonia untuk menjadi guru pribadi anaknya, yakni Iskandar Agung Muda. Ia menerima undangan tersebut dan selama tiga tahun ia mencurahkan seluruh usahanya untuk mendidik dan melatih pangeran Iskandar Muda. Pada 335 SM, ketika raja Philip dibunuh dan setelah Iskandar Muda naik tahta, Aristoteles kembali ke Athena untuk mendirikan sekolah sendiri, Lykaion, yang juga disebut sekolah Peripatetik, yang sebenarnya adalah pusat penelitian ilmiah.

Pada 323 SM, sesudah kematian Iskandar Agung, ia harus melarikan diri dari Athena karena dituduh menyebarkan Atheisme. Akhirnya ia pergi ke kota Kalas, dan menetap disana sampai meninggal pada 322 SM.

Minggu, 02 Maret 2008

JUNK FOOD : "ABSOLUTISME"

Berkaca dari karya Plato yang paling terkenal, Politeia ("Negara"). Dimana segala landasan dasar tentang apa itu negara yang diwujudkan oleh adanya sistem politik dan pemerintahan. Apa yang disebut dengan Demokrasi, memang sudah ada di zaman Sebelum Masehi. Dimana sistem di zaman Yunani-Romawi Kuno itu pun sudah ada rumusan mengenai apa itu negara.

Di zaman Sebelum Masehi pun, adanya sebuah absolutisme dalam sebuah ketatanegaraan sudah terjadi praktek kekuasaan negara yang tidak dibatasi oleh hukum. Penyalahgunaan kekuasaan dalam sebuah negara yang bertindak seluas-luasnya. Dimana kekuasaan negara ditangan satu perlengkapan negara yang di simbolkan melalui raja, pemimpin, presiden, ataupun perdana menteri.

Cita-cita mengenai apa itu yang dinamakan penguasa yang adil, sudah terpikir melalui gagasan-gagasan Yunani-Romawi Kuno. Jadi apakah yang dinamakan sebuah negara itu ? mungkin pertanyaan tersebut, merupakan sebuah pemikiran yang sangat panjang untuk membahasnya. Namun yang jelas, apa yang dinamakan dengan "negara di zaman Yunani-Romawi Kuno tak lain dan tak jauh berbeda dengan, apa yang dinamakan "negara" di zaman sekarang ini. Apakah yang disebut "negara" merupakan Genotype ?



Petikan Kutipan, Pembukaan Undang-undang Dasar di Indonesia.

PEMBUKAAN

Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan.

Dan perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia telah sampailah kepada saat yang berbahagia dengan selamat sentosa mengantarkan rakyat Indonesia ke depan pintu gerbang kemerdekaan negara Indonesia, yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil, dan makmur . . . . . . . . . . dan seterusnya.

Sabtu, 01 Maret 2008

ENTREE : "PLATO (428-348 SM)"

Plato lahir sekitar 427 SM dari sekitar bangsawan Athena yang hidup ketika Yunani menjadi pusat kebudayaan selama empat abad. Ketika lahir, Plato diberi nama Aristokles. Tetapi ketika dewasa ia menjadi jago gulat terkenal dengan julukan "Plato" diatas ring. Keluarga Plato berperan aktif dalam kehidupan politik di kotannya, karena ayah Plato, Ariston adalah keturunan Kodrus, raja terakhir Athena. Sedangkan ibunya adalah keturunan Solon, peletak dasar hukum Athena yang terkenal.

Seperti anggota keluarga politik umumnya, ambisi Plato tadinya tertuju ke bidang lainnya. Ia berhasil memenangkan kejuaraan gulat dalam pekan Isthmian. Namun, Plato tak pernah berhasil lolos ke Olimpiade di Olympia. lalu ia juga mencoba menjadi penyair tragedi, tetapi ia gagal di berbagai sayembara. Karena kegagalan-kegagalan tersebut, Plato memutuskan untuk mempelajari filsafat dengan mendengarkan percakapan Sokrates. Sejak itu, selama sembilan tahun berikutnya Plato duduk di dekat sang guru dan menyerap gagasan-gagasannya. Metode Sokrates lewat "bertanya" membuat Plato menyadari kemampuan intelektualnya, serta menyadarkannya akan kemungkinan-kemungkinan masalah yang tak ia sadari.

Walaupun telah menemukan dunianya, Plato sempat tergoda untuk masuk ke dunia politik. Namun, keinginannya itu menjadi surut setelah mengamati perilaku para politisi Athena pada saat itu. Tokoh yang menjadi contoh dan teladan bagi Plato adalah Sokrates. Setelah Sokrates dihukum mati, Plato bersama teman-temannya pindah ke Megara untuk meneruskan cita-cita guru mereka. Ketika berumur 40 tahun, Plato pindah ke istana Dyonisios di kota Sirakus, Sisilia. Melalui raja itu Plato ingin mewujudkan cita-citanya tentang penguasa yang adil. Namun, ia gagal total malah hampir saja dijual sebagai budak di kota Aegina. Untung ia bertemu dengan teman yang kemudian menebusnya. Akhirnya Plato kembali ke Athena. Ketika temannya itu menolak untuk menerima kembali uang tebusan tersebut, Plato lalu menggunakan uang itu untuk mendirikan sekolahnya yang termasyhur, yakni AKADEMIA (387 SM).

Jadi, Universitas atau akademia Eropa pertama didirikan dengan uang penjualan seorang filsuf. Plato kembali ke Sisilia dua kali, namun ia selalu gagal mempengaruhi para penguasa di sana. Tahun-tahun terakhir hidupnya dipergunakan oleh Plato untuk mengajar di Akademia. Akademia Plato semakin berkembang di Athena, namun akhirnya ditutup oleh kaisar Justianus pada 529 M. dalam usahanya menghapuskan budaya Hellenistik dan menggantikannya dengan ajaran kristen. Para sejarawan, melihat peristiwa tragis ini sebagai tanda berakhirnya budaya Yunani-Romawi Kuno dan dimulainya zaman kegelapan, yakni Abad Pertengahan.

Selama menjalani kehidupan yang beragam, Plato rajin menulis. Hampir semua tulisannya ditulis dalam bentuk dialog. Di dalam dialog-dialog itu, Plato memakai Sokrates sebagai tokoh yang mengemukakan pendangan-pandangannya. Salah satu karya yang paling terkenal adalah Politeia ("Negara"), yang memuat ajaran Plato tentang negara.