Sabtu, 17 Januari 2009

"MONROE BEARDSLEY"

Keindahan merupakan suatu bagian yang penting dalam hidup, sama halnya seperti keburukan. Karena itu, para ahli filsafat sejak zaman lampau sangat tertarik dengan perdebatan mengenai keindahan dan keburukan. Sejak abad ke-18, banyak dialog mengenai keindahan telah menyebarkan pemikiran mengenai estetika, dimana akhirnya pemikiran itu akhirnya juga menjadi kritis.
Keindahan, inspirasi, keahlian, imitasi atas alam-hal-hal ini menjadi sesuatu yang penting dalam konsep seni. Namun dengan berlalunya waktu, hal-hal tersebut kemudian berubah, menjadi sesuatu yang menonjol. Inspirasi tidak lagi dimengerti secara harafiah, seperti zaman dahulu kala (Sesuatu yang berkaitan dengan dewa-dewi). Keindahan dirasakan sebagai sesuatu yang berbeda, ada yang berkaitan dengan keteraturan dan simetri, tetapi ada pula yang lebih pada rasa (Feeling). Dan rasa (Feeling) ini menjadi pemikiran yang menonjol dalam seni dan keindahan.
Para ahli filsafat berusaha untuk merumuskan teori mengenai seni dan keindahan, salah satunya adalah 'teori Evaluasi Seni' yang dikemukakan oleh Monroe Beardsley, seorang penganut fenomenalisme dan instrumentalisme. Fenomenalisme adalah pandangan yang melihat bahwa karya seni tidak bersifat fisikal. Karya seni lebih merupakan obyek estetis. Sedangkan Instrumentalisme bersifat pragmatis, dan berdasarkan pada pengalaman (Experience). Seni bertujuan untuk membantu manusia. Seni digunakan sebagai alat (Instrument).
"The essence of art is its usefulness in helping us to comprehend and improve our overall life experiences. Good art is always a means to some important end".
"It is often assumed that the aesthetic experience is equally marginalized in schools by prevailing cultural pressures of accountability and pragmatism and the dominant functionalism of education".

0 comments: