Sabtu, 20 September 2008

"SHAFTESBURY (1671-1713)"

Shaftesbury adalah seorang filsuf bangsawan yang pandangannya masih bersifat transisi, namun sangat penting dalam sejarah pemikiran estetika Inggris di abad ke-18. Pandangan-pandangannya yang tersebar dan tidak sistematis, bersifat transisi karena ia masih mengikuti teori keindahan Platonis, namun sekaligus juga mengikuti teori cita-rasa, bahkan menjadi sumber yang paling berpengaruh. Kedua teori ini bukannya secara logis tidak konsisten. Namun, walaupun sejumlah besar filsuf Inggris abad ke-18 mengadopsi versi tertentu teori cita-rasa, hanya sedikit sekali yang secara empiris menerima transendentalisme Plato. Menurut Shaftesbury, ada sebuah kemampuan cita-rasa tunggal yang dapat berfungsi baik sebagai rasa moral untuk membuat putusan atas tingkah laku atau rasa keindahan untuk membuat putusan, apakah sesuatu memiliki kualitas keindahan. Obyek sebuah putusan atas keindahan adalah bersifat transendental. Minatnya, terhadap yang sublim, mungkin berasal dari konsep dunia sebagai Ciptaan Tuhan ; dan kebesaran serta ketakterpahaman ciptaannya, hanya dapat digambarkan sebagai "Yang Sublim". Pemikirannya tentang "Ketanpapamrihan" (Disinterestedness), yang akan menjadi inti konsep estetika. Shaftesbury menekankan pentingnya "Ketanpapamrihan" bagi moralitas. Artinya, agar sebuah tindakan memiliki nilai moral (bukan hanya memiliki akibat-akibat baik saja). Orang yang melakukan tindakan haruslah tidak termotivasi semata-mata oleh motif-motif yang mementingkan diri sendiri dan secara kebetulan. Di masa sekarang banyak teoretikus di bidang pengalaman estetika telah meluaskan wilayah "Ketanpapamrihan" dan mengembangkan pandangan bahwa ada satu jenis persepsi khusus, yakni persepsi tanpapamrih yang menjadi dasar bagi pengalaman estetis.

0 comments: